A Study of Light; Kekuatan Cahaya Dari Presfektif Seniman Muda

Mereka bermain dalam cahaya. Masing-masing menginterpretasikan bias warna yang dihasilkan cahaya dalam sebuah karya. Fotografi, lukisan, film, hingga instalasi cahaya dihadirkan dalam kekuatan karakter si empunya. Namun, meski cahaya yang dijadikan jiwa utama, karya para seniman ini tak lantas penuh warna, karena mereka nampak lebih tertarik dengan sisi kelam dari cahaya.

"A Study of Light" .Koleksi foto karya Advan Matthew.

“A Study of Light” .Koleksi foto karya Advan Matthew.

Dorongan terbesar saya ketika menghadiri sebuah pameran bernama “A Study of Light” adalah undangan dari salah satu teman saya, si fotografer muda yang sangat berbakat, Advan Matthew. Saya memang belum lama mengenalnya, tapi jujur saja, saya sudah terlanjur mengagumi hasil jepretan kameranya sejak saya belum kenal dia. Cerita tentang bagaimana saya berkenalan dengannya pun sederhana saja. Seorang teman saya -yang juga teman sekaligus model foto Advan- yang mengenalkan pada saya.

Singkat kata, karena undangan dari Advan itulah yang membuat saya begitu ingin datang ke pameran tersebut. Saya ingin sekali memenuhi undangannya dan juga melihat deretan karya foto Advan yang menjadi bagian dari pameran “A Study of Light”.

Tiba sekitar pukul 20.30 WIB, galeri seni Dia. Loe. Gue yang ada di daerah Kemang-tempat berlangsungnya pameran- terlihat tidak terlalu ramai. Ketika akan masuk ke dalam, saya hanya melihat dua orang yang asik bercengkrama di depan pintu. Bagian penerimaan tamunya juga sederhana, hanya ada satu meja tinggi yang di atasnya sudah tersedia buku tamu. Dua wanita muda dalam balutan gaun pendek yang cantik kemudian meminta saya untuk menuliskan data saya pada buku itu.

Galeri seni Dia.Loe.Gue dibagi menjadi enam titik. Empat titik yang digunakan untuk memamerkan hasil karya empat seniman muda yang jadi suguhan utama, dan dua titik lainnya ada lounge yang sengaja disediakan untuk menjamu para tamu yang datang.

Titik pertama pameran "A Study of Light", koleksi foto hitam putih yang dicetak di atas kanvas karya Advan Matthew.

Titik pertama pameran “A Study of Light”, koleksi foto hitam putih yang dicetak di atas kanvas karya Advan Matthew.

Sebagian foto berbingkai hitam karya Advan.

Sebagian foto berbingkai hitam karya Advan.

Salah satu foto favorit saya dari semua karya Advan, figure Ivan Zakharov sangat memukau.

Salah satu foto favorit saya dari semua karya Advan, figure Ivan Zakharov sangat memukau.

Memasuki titik pertama dari pameran, saya disajikan deretan foto hitam-putih karya Advan Matthew yang sebagian dicetak di atas kanvas putih dan sebagian lagi dibingkai apik. Koleksi fotonya kali ini ia beri judul “Gray”. Pada deretan fotonya, Advan menyutikkan empat inspirasi utama yang ia jadikan pengikat karya fotonya. Empat inspirasi itu adalah portrait, black-and-white-like-piano, feminine figures, dan nighttime.

Bagi saya, hal paling menarik dari koleksi foto Advan adalah kejelian Advan dalam menangkap detil dan tekstur dalam fotonya. Keminimalisan warna yang sengaja ia gunakan pun justru menambah sisi dramatis dari hasil jepretan kameranya. Figure yang ia abadikan dalam medium foto terasa kuat dan sangat berkarakter.

Para model perempuan dalam foto-foto Advan seperti Luna Maya, Advina Ratnaningsih, Karenina Anderson, Naila Alatas, Dara Warganegara, dan Imelda Therine terasa sangat “berbahaya”. Seksi, berkarakter kuat, dan misterius. Sementara para model lelakinya semisal, Darell Ferhostan, Ivan Zakharov, dan Mateusz Rogenbuk sangat mempesona dengan aura feminitas yang tinggi. Saya bahkan memandangi foto para lelaki itu berlama-lama, magis, mereka cantik namun tampan. Sangat feminin, namun saya masih bisa merasakan sisi maskulin yang seolah mengintip dalam diri mereka.

Setelahnya, tepat berhadapan dengan karya-karya foto Advan, terdapat sebuah ruangan yang tak terlalu luas. Bagian depan ruang itu tertutup tirai berwarna biru tua, sementara di dalamnya ada sekitar sepuluh kursi yang diatur menghadap layar putih yang sedang memutarkan sebuah fashion film. Le Vécu, ialah judul yang disematkan Stephanie Arifin pada fashion filmnya. Bercerita tentang seorang gadis yang menyusuri sebuah kota seorang diri. Dalam perjalanannya itu, ia kembali mengingat tentang masa lalunya, juga dengan hubungan yang pernah ia jalin bersama seorang pria, dan semua itu disajikan dalam durasi sekitar 10-12 menit.

Melewati satu titik lounge, saya masuk kesebuah ruangan kecil berdinding kaca berukuran kurang lebih duasetengah kali satu meter. Di dalam ruangan itu terdapat sebuah pintu putih berlubang kecil, dan sebuah box kayu berukuran besar yang diletakkan tepat di bawah pintu. Itulah ruangan Instalasi Cahaya berjudul “1903” milik Gerry Habir.

Jika yang jadi pertanyaan, dimana letak instalasi cahayanya? Kenapa hanya ada pintu berlubang dan box kayu? Ya, justru disanalah letak keunikan karya seni satu ini. Untuk menikmati instalasi cahaya karya Gerry Habir, saya harus naik ke atas box kayu besar yang diletakan di depan pintu lalu mengintip ke dalam si pintu tersebut sambil mendengarkan dengan seksama suara-suara dari headset yang tersedia.

Lantas, apa yang ada di balik pintu? Manekin. Ada empat manekin disana, dan  manekin-manekin itu akan bermonolog, membawa siapa saja yang mengintip-termasuk saya- pada sebuah cerita ketika tombol hijau di bagian sisi pintu ditekan. Lalu, dimana letak cahaya nya? Cahaya dimainkan secara apik ketika monolog manekin muncul.

Lukisan hitam putih figure perempuan karya Talitha Maranila "Penumbra, 'Half Shadow' ".

Lukisan hitam putih figure perempuan karya Talitha Maranila “Penumbra, ‘Half Shadow’ “.

Salah satu lukisan karya Talitha Maranila.

Salah satu lukisan karya Talitha Maranila.

Selesai dengan instalasi saya sempat mematung agak lama di depan karya lukisan milik Talitha Maranila yang ia beri judul “Penumbra ‘Half Shadow”. Tiga lukisan figure wanita dalam semburat warna hitam putih terpampang di depan dinding putih yang di cat mural warna hitam. Gambaran wanita dalam nuansa kelam, ada rasa kekosongan, perenungan, dan kemarahan. Kurang lebih seperti itu yang bisa saya tangkap ketika melihat ketika lukisan karya gadis muda yang baru berulang tahun ke duapuluh dua di Oktober tahun lalu ini.

Kotak lampu, yang ini cahaya warna merah muda, terukir figure wajah wanita.

Kotak lampu, yang ini cahaya warna merah muda, terukir figure wajah wanita.

Dan titik terakhir dari pameran “A Study of Light” adalah sebuah lounge yang terisi beberapa meja dan kursi putih. Di lounge titik terakhir itu, pada empat sudutnya diletakkan kotak lampu persegi panjang yang tingginya sekitar satu sampai satu setengah meter. Yang menarik dari kotak-kotak lampu itu bagi saya adalah motif-motif ukiran yang ada pada si kotak lampu berwarna putih tersebut. Pada setiap kotak lampu, tema ukiran serta cahaya yang dipancarkan berbeda. Tiap kotak lampu seolah mewakili satu subtema, ada wajah perempuan, hingga gedung perkotaan. Lalu pada salah satu sudut lounge pun tersedia penganan kecil dan minuman ringan yang bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh setiap pengunjung.

Bagi saya, secara keseluruhan, pameran “A Study of Light” adalah satu kesatuan yang sangat menarik. Memperhatikan dengan seksama karya para seniman muda yang dipamerkan adalah suatu perenungan yang menyenangkan. Dalam kepala saya, rasanya ada begitu banyak yang terpikirkan tentang si pameran dan karya yang dipertontonkan. Menarik, ketika para seniman muda yang menjadikan cahaya sebagai kekuatan utama dalam karyanya justru mengiris cahaya lebih banyak di bagian minim warna.

Foto-foto hitam putih yang dicetak di atas canvas, tiga lukisan figure perempuan bernuansa kelam, dan instalasi cahaya dengan manekin yang bercerita layaknya film noir,  tiga karya itu saja sudah mengambil cahaya hanya dibagian bias warna dasar, hitam dan putih. Kalaupun ada fashion film besutan Stephanie Arifin yang berwarna, gadis berusia duapuluh lima tahun itu terasa menurunkan intensitas warna yang ada, sehingga fashion film itu juga terasa kelam, dan sangat personal. Mengapa saya mengatakan sangat personal? Karena sang kreator begitu banyak memasukan simbol-simbol metamorfora yang sering membuat saya mengernyitkan dahi dan berpikir keras apa maksud dari simbol-simbol yang disisipkan Stephanie.

Lalu cahaya berwarna lain yang bisa saya jumpai adalah dari kotak-kotak lampu di bagian lounge serta toples-toples berisi cairan yang memancarkan warna terang di dalam gelap. Bagi saya, pameran “A Study of Light” memiliki daya pikat yang tinggi. Cahaya seperti penunjuk jalan yang membawa saya pada suatu perjalanan. Seperti menyusuri sebuah lorong penuh lukisan dan ukiran magis yang sangat menghipnotis lalu bertemu dengan warna-warni cahaya pada bagian akhir penyusuran.