Biyan “POSTCARD”, Perayaan 30 Tahun Kreativitas, dan Ekspetasi Tinggi

Selama dua tahun berturut-turut menyaksikan koleksi busana dalam peragaan tahunan Biyan adalah suatu kenikmatan tak terganti. Kenikmatan yang membuat candu, kenikmatan yang bila terlewatkan akan membuahkan suatu penyesalan. Namun rupanya saya juga perlu berhati-hati dengan ekspetasi yang terlalu tinggi, ya, meskipun di tahun ini merupakan perayaan 30 tahun Sang Desainer Legendaris berkarya.

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard"

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”

Dua tahun telah berlalu sejak pertama kali saya bisa menikmati peragaan busana tahunan milik Biyan Wanaatmadja atau yang lebih dikenal dengan Biyan. Dua tahun mungkin bukan waktu yang lama, tetapi saya rasa bukan juga waktu yang terlalu singkat. Ukuran waktu mungkin memang relatif, berbeda bagi setiap orang, tergantung cara pandang dan presfektif masing-masing. Dua tahun bisa saja dianggap baru kemarin sore. Dua tahun bisa saja dikatakan masa lalu dengan seabrek hal yang telah berlalu. Terlepas dari semua itu, yang saya tahu dalam dua tahun kemarin, saya sudah melalui dua kali peragaan busana tahunan Biyan, “The Orient Revisited” di tahun 2011, dan “Foliage” pada tahun 2012.

Dua peragaan busana tahunan Biyan atau yang biasa disebut “Biyan Annual Show” sudah saya lalui. Meski waktu telah berlalu dan kedua bola mata saya sudah menyaksikan ratusan busana dalam peragaan busana lain, saya hampir tidak pernah lupa detil yang ada pada kedua peragaan busana tahunan Biyan yang pernah saya nikmati. Saya tidak pernah melupakan atmosfernya, tata panggungnya, jajaran model yang memperagakan busananya, dan tentunya koleksi busana itu sendiri. Saya masih ingat semua. Mungkin bukan karena ingatan saya sekuat badak, tapi karena peragaan busana tahunan milik Biyan terlalu mengagumkan untuk dilupakan.

Ada yang mengatakan bahwa kesuksesan seorang desainer –dalam hal ini tentu saja desainer mode- tidak hanya diukur dari seberapa banyak klien prestisius yang ia miliki, seberapa tinggi pencapaian yang telah diraih, dan seberapa menggema namanya di penjuru dunia, tetapi juga dipandang dari sumbangsih berkesinambungan serta kontribusi positif untuk terus bertumbuh yang ia berikan bagi perkembangan dunia mode tanah airnya. Tidak perlu diragukan, seorang Biyan Wanaatmadja telah meraih semua hal tadi dalam satu paket lengkap.

Tepat di tahun 2013 ini, desainer sempat mengenyam pendidikan mode di Muller & Sohn Privatmodeschule, Duesseldorf, Jerman, dan The London College of Fashion ini menorehkan tinta emas 30 tahun berkarya di dunia mode Indonesia. Sebagai seorang desainer mode, Biyan telah memiliki hampir semua aspek yang diimpikan para desainer mode. Ia memiliki banyak klien prestisius, koleksi busananya selalu ditunggu dan dielu-elukan, karyanya sudah merambah ke berbagai penjuru dunia, namanya seakan menjadi jaminan dalam setiap karyanya, dan tidak bisa dibantah jika Biyan telah menjadi inspirasi banyak desainer mode muda Indonesia. Singkatnya, ia begitu disegani dan dicintai.

Ada banyak hal yang telah terjadi selama 30 tahun Biyan berkarya. Ada banyak kenangan yang patut untuk diabadikan selama tiga dekade perjalanan kreativitasnya.

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard". Model: Fahrani

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”. Model: Fahrani

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard". Model: Kimberly Ryder

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”. Model: Kimberly Ryder

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard". Model: Renata

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”. Model: Renata

Biyan telah singgah di berbagai tempat, dalam berbagai waktu, dalam bermacam suasana, dalam beraneka kesempatan. Bagi Biyan, setiap tempat memiliki kenangannya sendiri dan kartu pos yang sering ia temui seakan mencerminkan perjalanan kreativitasnya. Karena itu, ia memilih tema “POSTCARD” dalam peragaan busana tahunannya kali ini. Dalam lembaran press release yang saya terima, Biyan mengatakan bahwa “POSTCARD” yang menjadi tema utama koleksinya seperti menjadi memorabilia sejarah, budaya, warisan, generasi, dan energi rangkuman pelancongan kreativitasnya selama tiga dekade, baik di dalam dan di luar negeri.

Detik-detik menjelang peragaan busana memang selalu mengaduk-aduk perasaan saya. Rasa semangat dan penasaran tentang bagaimana koleksi yang akan beliau tampilkan serta dekorasi mempesona macam apa lagi yang akan disuguhkan. Lalu, ada terselip perasaan gugup yang entah mengapa selalu muncul begitu saja pada diri saja setiap kali bersemangat. Parahnya lagi, bila saya terlalu bersemangat dan penasaran, rasa gugup itu akan meningkat berkali-kali lipat dan kerap membuat saya mual. Mungkin terdengar berlebihan, tetapi itulah yang saya rasakan pada detik-detik menjelang peragaan busana tahunan Biyan pada Rabu malam(02/06) lalu.

Seperti di tahun-tahun sebelumnya, saya melangkahkan kaki ke dalam Grand Ballroom Hotel Mulia –tempat berlangsungnya peragaan busana- sekitar satu jam sebelum jadwal peragaan busana dihelat. Seperti di tahun-tahun sebelumnya pula, perasaan campur aduk saya semakin menjadi-jadi tatkala saya semakin jauh melangkahkan kaki.

Di dalam kepala saya sudah berputar-putar berbagai potongan ingatan dan juga bayangan pengelihatan yang akan datang. Maksud saya, potongan ingatan dari dua peragaan busana terdahulu Biyan yang terlalu mengagumkan untuk dilupakan, dan bayangan saya akan peragaan busana kali ini yang saya duga tidak akan cukup bila hanya diwakilkan dengan kata mempesona atau mengagumkan saja. 30 tahun berkarya. 30 tahun perayaan kreativitas sang legenda. Dan jaminan nama seorang Biyan Wanaatmadja. Sangat lumrah rasanya bila saya memiliki ekspetasi yang amat tinggi.

Memasuki Grand Ballroom Hotel Mulia dan berdiri tepat di depan panggung peragaan busana untuk beberapa waktu membuat saya menyadari beberapa hal. Ruangan megah itu terasa amat “bersih”. Tidak ada dekorasi berupa pepohonan rindang dengan bau menenangkan yang khas seperti di tahun sebelumnya. “Bersih”, seperti peragaan busana tahunan Biyan dua tahun lalu, “The Orient Revisited”.

Namun kehadiran empat “penjaga” di pangkal panggung peragaan busana Biyan membuat saya cukup terperangah. Ya, ada empat Burung Garuda sangat besar yang menggantung kokoh disana. Keempat Burung Garuda yang jadi bagian dari dekorasi panggung peragaan busana. Dan keempat “penjaga” itu  pun semakin menarik saat saya menyadari bahwa lantai panggung peragaan busana yang terbuat dari kayu atau yang biasa disebut parket.

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard"

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard"

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”

“The Radiance Postcard” adalah judul lengkap peragaan busana tahunan Biyan kali ini. Judul tersebut diambil dari kata “Radiance” yang terdapat pada salah satu produk kecantikan yang menjadi sponsor utama peragaan busana Biyan, dan “POSTCARD” embrio sentral inspirasi koleksi Biyan. Menampilkan sekitar 100 set koleksi, peragaan busananya kali ini seumpama buah tangan istimewa Biyan selama melakukan 30 tahun perjalanan ke berbagai tempat yang pernah ia singgahi selama menggeluti karirnya di dunia mode.

Menyaksikan peragaan busana “The Radiance Postcard” saya seperti melihat mozaik-mozaik perjalanan Biyan selama ini.

Diawali dengan sekuens yang menampilkan koleksi busana didominasi warna putih, saya seolah diajak kembali menengok masa-masa polos kertas putih kehidupan yang belum terbubuhi warna. Di sekuens pembuka ini, saya sempat terpesona dengan koleksi-koleksi yang dihadirkan. Sisi tanpa dosa alias innocent tergambar jelas dari busana-busana berwarna putih yang menerawang pada atasan. Selain kesan innocent yang sangat kental, pada sekuens pembuka ini aura romantic dan sophisticated pun terasa membungkus keseluruhan busana.

Setelah sekuens pembuka usai, koleksi busana yang ditampilkan berlanjut pada rangkaian busana yang inspirasinya banyak diambil dari pakaian adat pria dan wanita Indonesia tempo dulu. Biyan menterjemahkan koleksinya kedalam suatu komposisi persilangan antara siluet maskulin dengan spirit yang feminin. Jaket-jaket yang terlihat maskulin ia padukan dengan roses lace skirt overlayered diatas celana, gaun berbahan tulle yang berpotongan feminin pun ia padankan dengan short pants yang terkesan boyish. Esensi busana Jawa dengan unsur seragam era kolonial diselaraskan dalam konsep androgini yang gagah namun cantik. Tidak lupa ia turut mengambil inspirasi dari siluet jarik dan kebaya pada koleksinya kali ini. Motif cetak yang terinspirasi dari motif kain batik, sarung, serta kerajinan tikar yang dicetak sangat besar pada kain busana kemudian menjadi nilai tambah yang luar biasa pada koleksi Biyan kali ini.

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard"

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard"

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”

Biyan Annual Show 2013 "The Radiance Postcard".

Biyan Annual Show 2013 “The Radiance Postcard”.

Dalam hal pemilihan bahan sendiri, Biyan lebih banyak bermain pada bahan-bahan bertekstur ringan seperti organza, tulle, dan light silk. Bagi Biyan, pemilihan bahan-bahan bertekstur ringan seperti ini diperuntukkan pada para wanita yang tidak takut untuk menampilkan keindahan kulit tubuhnya. Penggunaan bahan kain juga ia padupadankan dengan cara yang tidak biasa, misalnya kain transparan bermotif cetak dipadu dengan sulaman yang indah berkilauan dan ditabrak dengan lace, serta kain sutra bermotif cetak diaplikasikan dalam bentuk bordiran diatas kain tulle yang transparan pula.

Sementara untuk warna, Biyan nampak lebih senang menggunakan warna-warna pupus yang tidak mencolok namun memunculkan keanggunan dan eleganitas tersendiri. Palet warna khas Biyan, dusty pastels lembut seperti putih pupus, abu-abu, peach, merah muda, coklat susu tampil kontas dengan warna sogan, biru tua, hitam, serta banyak aksen perak dan keemasan pada koleksi cetak kali ini.

Sekitar 100 set busana dibawakan oleh puluhan model dalam rentan waktu kurang dari satu jam, dan sayangnya dahi saya terus mengerut usai sekuens pembuka usai. Keindahan rangkaian busana Biyan dalam “The Radiance Postcard” memang sangat terasa. Saya begitu terpesona di sekuens pembuka, namun sayangnya setelah itu saya harus bisa berpikir keras untuk mendapatkan perasaan yang sama. Saya harus benar-benar memperhatikan dengan seksama motif-motif batik yang begitu besar dan luar biasa indah yang tercetak di atas busana.

Saya harus bisa benar-benar menangkap motif garuda sangat besar, ikan koi sangat menarik, dan juga motif-motif bunga raksasa yang tercetak pada busana sebelum benar-benar mengaguminya. Mungkin terasa aneh kenapa saya harus sebegitu memperhatikannya padahal motif-motif itu tercetak besar, tapi saat itu saya merasa ada jarak yang begitu jauh dengan koleksi. Pengaturan para model yang beberapa kali terlalu dekat jaraknya satu dengan lainnya membuat saya beberapa kali hilang fokus, begitu pula deretan kursi-kursi penonton yang diatur berjajar di depan photographer pit –tempat saya lebih senang berada bersama kamera saku saya- sering kali menyulitkan untuk melihat dan hampir tidak bisa mengabadikan gambar karena terhalang kepala. Selain itu, ketika memperhatikan koleksi-koleksi tersebut pikiran dan hati saya sudah terlanjur terkontaminasi rasa De Javu yang begitu domininan. Ya, lagi-lagi saya De Javu. Sama seperti yang saya rasakan di tahun lalu.

Musik pengiring peragaan busana pun sempat membuat saya bertanya-tanya. Awalnya saya merasa bunggah saat Biyan menggunakan lagu “Dago Inang Sarge” di tengah peragaan busana. Lagu asal daerah Tapanuli ini terdengar pas dengan atmosfer peragaan busana, namun beberapa saat kemudian lagu-lagu lain silih berganti, lagu-lagu yang entah mengapa seolah menjadikan suasana terasa asing dan tidak lagi sama bagi saya.

Menyaksikan peragaan busana “The Radiance Postcard” saya seperti menengok kembali koleksi-koleksi sang maestro terdahulu. Garis rancang, potongan busana, perasaan yang dihasilkan, warna-warna yang digunakan, sedikit banyak motif-motif yang digunakan, hampir semua itu seakan pernah juga saya saksikan pada peragaan busana di tempo lalu. Namun jangan sekali-kali berpikir bahwa koleksi yang disajikan adalah benar-benar pengulangan. Tentu saja tidak. Hanya saja memang ada banyak cita rasa sama yang kembali ditonjolkan.

Lalu saya mencoba memutar presfektif saya ke sisi lain, sama seperti tahun kemarin, bahkan yang saya tulis setelah ini hanya hasil memindahkan tulisan saja:

Mungkin karena ciri khas siap pakai yang sudah terpatri erat pada garis rancang Biyan, atau mungkin memang Biyan masih ingin melanjutkan benang merah rangkaian koleksinya yang terdahulu. Atau, karena konsep mendasar yang ia usung tetaplah sama, mudah dipakai serta mudah dipadupadankan, nyaman namun tetap mengedepankan sisi gaya dan anggun sekaligus berkarakter kuat. Hal yang kemudian ia rekatkan menjadi satu kesatuan koleksi busana yang memiliki daya tarik tinggi meski terkesan sederhana dan santai.

Kemudian saya tambahkan:

Atau mungkin memang ekspetasi saya saja yang terlalu tinggi dan berlebihan. Tak begitu paham bahwa inilah Biyan dengan segala benang merah koleksi yang selalu ia tampilkan. Ya, ekspetasi saya terlalu tinggi untuk Biyan, rangkaian koleksinya dan presentasi peragaan busana tahunan kali ini. 

Namun terlepas dari itu semua, saya tetap sangat mengaguminya sang legenda, Biyan Wanaatmadja.

Tinggalkan komentar